Konflik merupakan sebuah peristiwa dimana ada satu pihak yang merasa bahwa pihak yang lain telah mempengaruhi secara negatif tentang suatu yang menjadi perhatian pihak pertama. (menurut, Stephen B. Robbins)
Suatu titik pada setiap kegiatan yang tengah berlangsung, bila terjadi suatu interaksi yang “bersilang” maka itu dapat memicu terjadinya konflik antar pihak. Dalam bukunya dijelaskan bahwa konflik meliputi hal berikut ini:
- Ketidakcocokan tujuan
- Perbedaan penafsiran makna
- Ketidaksetujuan berdasarkan perilaku
Konflik juga memiliki proses. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Robbins dalam bukunya.
Menurut Robbins, proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan: potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan hasil.
TAHAP I : POTENSI PERTENTANGAN DAN KETIDAKSELARASAN
Tahap pertama adalah munculnya kondisi yang memberi peluang terciptanya konflik. Kondisi-kondisi tersebut juga bisa dianggap sebagai sebab atau sumber konflik. Kondisinya antara lain:
– Komunikasi
– Strukur
– variabel-variabel kepribadian
TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI
Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu konflik didefinisikan. Pada tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu tentang apa.
Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran satu atau lebih pihak mengenai kondisi yang menciptakan kesempatan tumbuhnya konflik.
Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan emosional dalam suatu konflik yang menciptakan ketegangan, kegelisahan, permusuhan dan frustasi
TAHAP III : MAKSUD
Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik semakin rumit karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain.
Di sisi lain, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang. Berikut adalah cara penanganan konflik:
– Kompetisi
– Kolaborasi
– Kompromi
– Menghindari
– Akomodasi
TAHAP IV : PERILAKU
Pada tahap inilah konflik mulai terlihat jelas. Tahap perilaku ini meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Penggunaan teknik pemecahan masalah untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Tahap ini merupakan lanjutan dari penyampaian maksud sebelumnya.
TAHAP V : HASIL
Dari proses tahapan konflik ini akan menghasilkan pilihan atas konsekuensi. Konsekuensi hasil ini bisa saja bersifat fungsional atau disfungsional. Dikatakan fungsional apabila konflik menghasilkan perbaikan kinerja, sedangkan dikatakan disfungsional apabila justru konflik menghasilkan outcome yang destruktif bagi organisasi secara khusus.
Perundingan
Perundingan merupakan sebuah proses dimana dua belah pihak atau lebih saling bertukar barang atau jasa dan mencoba menyepakati jalan tengah perihal konflik yang terjadi. Bahkan ini dituangkan dalam konsep BATNA (Best Alternative to Negotiated Agreement)
- Persiapan dan perencanaan
- Penentuan aturan dasar
- Klarifikasi dan justifikasi
- Penutupan dan implementasi
Perundingan Pihak ketiga.
Pihak ketiga dilibatkan saat pihak-pihak yang bernegosiasi mengalami jalan buntu,adakalanya pihak ketiga sengaja dilibatkan sejak awal proses negosiasi. Dalam keadaan apapun, negosiasi yang melibatkan pihak ketiga semakin banyak digunakan
Mediator. Pihak ketiga yang bersifat netral dan memfasilitasi penyelesaian perundingan dengan menggunakan penalaran, persuasi dan saran-saran sebagai alternatif. Arbitrator. Pihak ketiga yang memiliki kewenangan untuk memaksakan kesepakatan. Pendamai. Pihak ketiga yang dipercayai dimana menyediakan sambungan komunikasi informal antara negosiator dan lawannya. Konsultan. Pihak ketiga yang tidak memihak, terampil dalam manajemen konflik, yang mencoba memberikan penyeleseian keputusan yang kreatif melalui komunikasi dan analisis.
From the Book Organizational Behavior, Stephen B. Robbins
beli buku organizational behavior di mana ya